Globalisasi
merupakan tema yang sering dibicarakan dalam diskusi-diskusi publik, baik dalam
skala nasional maupun internasional. Meskipun bukan merupakan isu baru, namun
pada kenyataannya para pakar globalisasi ternyata belum menemukan kesepakatan
yang bisa dihadapkan pada satu pemikiran yang sama.
Ini terjadi karena
globalisasi bukan suatu konsep tunggal yang hanya berfokus pada satu pokok
gagasan, masalah, dan dampak yang berhubungan dengan globalisasi. Umumnya para
pakar yang berdiskusi dalam konteks globalisasi hampir selalu hanya berfokus
pada satu isu, keamanan dalam ranah ancaman terorisme, misalnya.
Namun,
penting kiranya untuk tidak selalu melihat dan memahami globalisasi dalam
pemahaman menyeluruh, karena globalisasi akan menjadi pemahaman yang
komperehensif dan intensif ketika melihat dari sudut mana yang kiranya tepat,
agar pemahaman tentang globalisasi tepat sasaran.
Globalisasi merupakan
serangkaian proses yang melibatkan berbagai aspek seperti orang, objek, tempat,
dan informasi (Ritzer dan Dean 2015).
Kerja
sama multilateralisme menjadi bentuk konsep yang nyata tentang globalisasi.
Namun demikian, bukan berarti bahwa kerja sama multilateralisme itu dapat
didefiniskan sama dengan globalisasi. Konsep kerja sama yang dimaksud di sini
dalam kaitannya dengan globalisasi adalah bahwa dengan semakin banyak
aktor-aktor yang terlibat dalam satu wacana, baik itu secara normatif maupun
secara faktual, maka mendorong percepatan aliran sumber daya ke berbagai
negara.
Kerja sama multilateralisme maupun globalisme membuka peluang yang
sangat besar dalam perpindahan sumber daya, diantaranya: orang, barang, ide,
informasi, dan uang. Dalam paper ini, penulis hendak melihat bagaimana
multilateralisme mampu menjadi faktor utama penggerak globalisasi, kemudian,
penulis juga hendak memberikan pertimbangan mengenai bagaimana model
globalisasi dalam perkembangannya ke depan.
Multilateralisme
memberikan dampak yang sangat pesat terhadap perkembangan globalisasi. Model
yang lebih terbuka daripada sekadar bilateral. Motivasi terbentuknya
multilateralisme, biasanya karena para anggotanya memiliki pandangan terhadap
nilai yang sama. Dengan memiliki kesamaan pada nilai, maka kesolidan terhadap
kekuatan kerja sama diharapkan juga mampu berkembang ke arah yang lebih baik.
Contoh
yang paling sederhana dari penerapan multilateralisme adalah konsep kerja sama
kawasan, ASEAN dan Uni Eropa, misaslnya.
Dengan
dasar tersebut, maka anggota multilateralisme dapat bersama-sama untuk
menentukan nasib bersama. Maka, dapat dikatakan bahwa arus aliran globalisasi
dapat dengan mudah disepakati secara bersama apakah akan diterima, ditolak,
atau dimodifikasi untuk keperluan anggota multilateralisme.
Namun yang harus
dipahami ketika arus aliran globalisasi yang masuk dalam bingkai
multilateralisme adalah soal kesenjangan waktu adaptasi, maksudnya adalah
proses konfirmasi atau penerimaan nilai-nilai global terhadap kawasan akan
membutuhkan waktu yang cukup lama, hal ini disebabkan oleh pertimbangan bahwa
multilateralisme bukan milik satu otoritas negara yang bebas menentukan
kebijakan, namun terdiri dari banyak anggota negara.
Dengan demikian diperlukan
waktu yang cukup lama untuk menimbang dan kemudian mengeluarkan semacam
kesepakatan atau konsensus bersama. Namun, jika sudah ditentukan kesepakatan
bersama, maka akan dengan cepat pengaruh atau arus aliran globalisasi merambat
begitu luas, hal ini tentu berbeda dengan hanya pertimbangan bilateral, waktu
konfirmasi mungkin tidak lama namun penyebaran terkesan sangat lambat.
Sekarang
marilah kita coba melihat bagaimana multilateralisme memberikan dampak yang
besar terhadap globalisasi dengan mengambil contoh kasus Uni Eropa dalam
pembentukan nilai mata uang Euro. Terlepas dari adanya permasalahan
mengenai keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, penulis akan mencoba
berfokus pada inti sorotan studi kasus terhadap integrasi mata uang di Uni
Eropa.
Mata uang Euro yang digunakan sebagai mata uang tunggal di Eropa
mulai dipublikasikan resmi pada 1 Januari 1999 dengan dipelopori oleh sebelas
negara keanggotaan, yakni, Jerman, Perancis, Italia, Finlandia, Austria,
Portugal, Belanda, Luxemburg, Belgia, Spanyol, dan Irlandia. Salah satu manfaat
dari integrasi mata uang adalah membuka peluang dari suatu negara untuk
berkesempatan menstabilkan tingkat pertumbuhan konsumsi, di mana stabilitas
pertumbuhan konsumsi merupakan salah satu target yang sulit untuk dicapai
karena mempunyai keterikatan dengan pertumbuhan income atau output
dari suatu negara Gross Domestic Product (GDP) yang memiliki volatilitas tinggi (Triandharia dan Safuan 2012).
Setelah
sebelas negara memelopori sistem integrasi mata uang Euro, pada tahun 2004,
sepuluh negara lain ikut pula bergabung dengan Uni Eropa ( Republik Ceko,
Estonia, Hungaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Slovakia, dan Slovenia)
dan beberapa negara baru yang tergabung dalam Uni Eropa mulai menggunakan mata
uang Euro pada 2007 dan sisanya mulai menggunakannya secara bertahap (Hardoko 2018).
Tentu saja bukan
tugas yang mudah bagi petinggi kawasan Uni Eropa untuk memiliki sistem integrasi
mata uang. Namun, dengan multilateralisme, pengaruh dari nilai kesepakatan akan
dengan mudah diterima oleh banyak anggotanya.
Selain
sistem integrasi mata uang Euro di atas, globalisasi juga memiki
pengaruh terhadap arus orang, barang, ide, dan informasi. Perpindahan orang,
misalnya, dalam ranah pendidikan, dari tahun 2015 sampai 2016, tercatat lebih
dari setengah para pelajar Indonesia atau sebanyak 66,7% menempuh pendidikan
untuk meraih gelar strata satu di Amerika Serikat, 18,6% menempuh gelar pascasarjana,
lalu 11,3% mengikuti pelatihan praktik pilihan, dan 3,4% terdaftar di program
non-gelar, seperti kursus singkat penguasaan bahasa (Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia 2016).
Dua
contoh kasus di atas memberikan gambaran bahwa globalisasi dalam bingkai
multilateralisme memiliki model yang paling mungkin diterima, - terlepas dari
isu-isu lain (undercurrent issue)
- terkait dengan perkembangan globalisasi. Namun demikian, kiranya penulis
merasa perlu mendalami lebih lanjut dalam penelitian di lain waktu untuk
membuktikan secara empiris mengenai model globalisasi dalam pendekatan
multilateralisme.
Bibliography
Hardoko, Ervan.
2018. Kompas. Januari 4. Accessed 12 5, 2019. https://internasional.kompas.com/read/2018/01/04/13000011/hari-ini-dalam-sejarah--mata-uang-euro-memulai-debutnya?page=all.
Kedutaan Besar
dan Konsulat AS di Indonesia . 2016. Jumlah Mahasiswa Internasional di AS
Melebihi Satu Juta untuk Pertama Kalinya. November 14. Accessed November
8, 2019.
https://id.usembassy.gov/id/jumlah-mahasiswa-internasional-di-melebihi-satu-juta-untuk-pertama-kalinya/.
Ritzer, George,
and Paul Dean. 2015. Globalization: A Basic Text. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd.
Triandharia,
Risna, and Sugiharso Safuan. 2012. "Pengaruh Penggabungan Mata Uang di
Uni Eropa terhadap International: Risk Sharing dan Home Bias." Jurnal
Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 136-147.
Komentar
Posting Komentar