Halo Desember

Gambar
  Baru saja selesai mencicil pekerjaan. Lumayan lega rasanya meskipun masih belum selesai semuanya setidaknya bisa mengurangi. Tentu aku tidak akan menceritakan mengenai pekerjaanku. Tepat, sekarang pukul 00.00 masuk bulan Desember. Detik ini mulai dengan 1 Desember 2021. Sebelum aku menulis kesana kemari, aku hanya ingin mengucap syukur atas apa yang sudah berani aku jalani, terlewati. Ya, meskipun masih terasa sakit rasanya luka ini tapi setidaknya ia mampu bersahabat dengan waktu untuk terus berjalan, melanjutkan hidup. Terima kasih, luka, sudah menemaniku sejauh ini. Terima kasih waktu sudah mengizinkanku untuk merasakannya. Terima kasih untuk diri sendiri meskipun aku tahu perihnya saat ini yang masih harus aku tanggung tapiiiii semua akan berlalu. Mungkin besok saat aku bangun tidur? Atau lusa saat aku pulang ke ruang sepi? Minggu depan? Bulan depan, saat lantunan piano Holy Night mulai sering terdengar? Tahun depan? Tahun depannya lagi? Entahlah, kapanpun itu, silakan atur saja

Globalisasi dan Isu-Isu Global: Globalisasi dalam Bingkai Multilateralisme? (1)

Globalisasi merupakan tema yang sering dibicarakan dalam diskusi-diskusi publik, baik dalam skala nasional maupun internasional. Meskipun bukan merupakan isu baru, namun pada kenyataannya para pakar globalisasi ternyata belum menemukan kesepakatan yang bisa dihadapkan pada satu pemikiran yang sama. 
Ini terjadi karena globalisasi bukan suatu konsep tunggal yang hanya berfokus pada satu pokok gagasan, masalah, dan dampak yang berhubungan dengan globalisasi. Umumnya para pakar yang berdiskusi dalam konteks globalisasi hampir selalu hanya berfokus pada satu isu, keamanan dalam ranah ancaman terorisme, misalnya. 
Namun, penting kiranya untuk tidak selalu melihat dan memahami globalisasi dalam pemahaman menyeluruh, karena globalisasi akan menjadi pemahaman yang komperehensif dan intensif ketika melihat dari sudut mana yang kiranya tepat, agar pemahaman tentang globalisasi tepat sasaran. 
Globalisasi merupakan serangkaian proses yang melibatkan berbagai aspek seperti orang, objek, tempat, dan informasi (Ritzer dan Dean 2015).
Kerja sama multilateralisme menjadi bentuk konsep yang nyata tentang globalisasi. Namun demikian, bukan berarti bahwa kerja sama multilateralisme itu dapat didefiniskan sama dengan globalisasi. Konsep kerja sama yang dimaksud di sini dalam kaitannya dengan globalisasi adalah bahwa dengan semakin banyak aktor-aktor yang terlibat dalam satu wacana, baik itu secara normatif maupun secara faktual, maka mendorong percepatan aliran sumber daya ke berbagai negara. 
Kerja sama multilateralisme maupun globalisme membuka peluang yang sangat besar dalam perpindahan sumber daya, diantaranya: orang, barang, ide, informasi, dan uang. Dalam paper ini, penulis hendak melihat bagaimana multilateralisme mampu menjadi faktor utama penggerak globalisasi, kemudian, penulis juga hendak memberikan pertimbangan mengenai bagaimana model globalisasi dalam perkembangannya ke depan.
Multilateralisme memberikan dampak yang sangat pesat terhadap perkembangan globalisasi. Model yang lebih terbuka daripada sekadar bilateral. Motivasi terbentuknya multilateralisme, biasanya karena para anggotanya memiliki pandangan terhadap nilai yang sama. Dengan memiliki kesamaan pada nilai, maka kesolidan terhadap kekuatan kerja sama diharapkan juga mampu berkembang ke arah yang lebih baik. 
Contoh yang paling sederhana dari penerapan multilateralisme adalah konsep kerja sama kawasan, ASEAN dan Uni Eropa, misaslnya.
Dengan dasar tersebut, maka anggota multilateralisme dapat bersama-sama untuk menentukan nasib bersama. Maka, dapat dikatakan bahwa arus aliran globalisasi dapat dengan mudah disepakati secara bersama apakah akan diterima, ditolak, atau dimodifikasi untuk keperluan anggota multilateralisme. 
Namun yang harus dipahami ketika arus aliran globalisasi yang masuk dalam bingkai multilateralisme adalah soal kesenjangan waktu adaptasi, maksudnya adalah proses konfirmasi atau penerimaan nilai-nilai global terhadap kawasan akan membutuhkan waktu yang cukup lama, hal ini disebabkan oleh pertimbangan bahwa multilateralisme bukan milik satu otoritas negara yang bebas menentukan kebijakan, namun terdiri dari banyak anggota negara. 
Dengan demikian diperlukan waktu yang cukup lama untuk menimbang dan kemudian mengeluarkan semacam kesepakatan atau konsensus bersama. Namun, jika sudah ditentukan kesepakatan bersama, maka akan dengan cepat pengaruh atau arus aliran globalisasi merambat begitu luas, hal ini tentu berbeda dengan hanya pertimbangan bilateral, waktu konfirmasi mungkin tidak lama namun penyebaran terkesan sangat lambat.
Sekarang marilah kita coba melihat bagaimana multilateralisme memberikan dampak yang besar terhadap globalisasi dengan mengambil contoh kasus Uni Eropa dalam pembentukan nilai mata uang Euro. Terlepas dari adanya permasalahan mengenai keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, penulis akan mencoba berfokus pada inti sorotan studi kasus terhadap integrasi mata uang di Uni Eropa. 
Mata uang Euro yang digunakan sebagai mata uang tunggal di Eropa mulai dipublikasikan resmi pada 1 Januari 1999 dengan dipelopori oleh sebelas negara keanggotaan, yakni, Jerman, Perancis, Italia, Finlandia, Austria, Portugal, Belanda, Luxemburg, Belgia, Spanyol, dan Irlandia. Salah satu manfaat dari integrasi mata uang adalah membuka peluang dari suatu negara untuk berkesempatan menstabilkan tingkat pertumbuhan konsumsi, di mana stabilitas pertumbuhan konsumsi merupakan salah satu target yang sulit untuk dicapai karena mempunyai keterikatan dengan pertumbuhan income atau output dari suatu negara Gross Domestic Product (GDP) yang memiliki volatilitas [1] tinggi (Triandharia dan Safuan 2012).
Setelah sebelas negara memelopori sistem integrasi mata uang Euro, pada tahun 2004, sepuluh negara lain ikut pula bergabung dengan Uni Eropa ( Republik Ceko, Estonia, Hungaria, Latvia, Lituania, Malta, Polandia, Slovakia, dan Slovenia) dan beberapa negara baru yang tergabung dalam Uni Eropa mulai menggunakan mata uang Euro pada 2007 dan sisanya mulai menggunakannya secara bertahap (Hardoko 2018)
Tentu saja bukan tugas yang mudah bagi petinggi kawasan Uni Eropa untuk memiliki sistem integrasi mata uang. Namun, dengan multilateralisme, pengaruh dari nilai kesepakatan akan dengan mudah diterima oleh banyak anggotanya.[2]
Selain sistem integrasi mata uang Euro di atas, globalisasi juga memiki pengaruh terhadap arus orang, barang, ide, dan informasi. Perpindahan orang, misalnya, dalam ranah pendidikan, dari tahun 2015 sampai 2016, tercatat lebih dari setengah para pelajar Indonesia atau sebanyak 66,7% menempuh pendidikan untuk meraih gelar strata satu di Amerika Serikat, 18,6% menempuh gelar pascasarjana, lalu 11,3% mengikuti pelatihan praktik pilihan, dan 3,4% terdaftar di program non-gelar, seperti kursus singkat penguasaan bahasa (Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia 2016).[3]
Dua contoh kasus di atas memberikan gambaran bahwa globalisasi dalam bingkai multilateralisme memiliki model yang paling mungkin diterima, - terlepas dari isu-isu lain  (undercurrent issue) - terkait dengan perkembangan globalisasi. Namun demikian, kiranya penulis merasa perlu mendalami lebih lanjut dalam penelitian di lain waktu untuk membuktikan secara empiris mengenai model globalisasi dalam pendekatan multilateralisme.





Bibliography


Hardoko, Ervan. 2018. Kompas. Januari 4. Accessed 12 5, 2019. https://internasional.kompas.com/read/2018/01/04/13000011/hari-ini-dalam-sejarah--mata-uang-euro-memulai-debutnya?page=all.
Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia . 2016. Jumlah Mahasiswa Internasional di AS Melebihi Satu Juta untuk Pertama Kalinya. November 14. Accessed November 8, 2019. https://id.usembassy.gov/id/jumlah-mahasiswa-internasional-di-melebihi-satu-juta-untuk-pertama-kalinya/.
Ritzer, George, and Paul Dean. 2015. Globalization: A Basic Text. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Triandharia, Risna, and Sugiharso Safuan. 2012. "Pengaruh Penggabungan Mata Uang di Uni Eropa terhadap International: Risk Sharing dan Home Bias." Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 136-147.







[1] Volatilitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa besar tingkat fluktuasi (perubahan harga) pada aset tertentu.
[2] Meskipun ada penolakan dari beberapa negara, seperti Inggris dan Denmark dengan alasan tertentu terhadap sistem integrasi mata uang Euro, namun kebanyakan anggota yang tergabung dalam sistem ini melihat adanya potensi yang lebih baik sebagai keuntungan. Keuntungan tersebut seperti, International Risk Sharing (IRS) yaitu, pembagian risiko antar-individu, antar-region dalam suatu negara, dan antar-negara yang disebabkan oleh adanya gejolak terhadap pendapatan dan konsumsi  dan Home Bias, yaitu kayakinan bahwa investasi di kawasannya sendiri akan menghasilkan return yang jauh lebih besar daripada di luar kawasannya (Triandharia dan Safuan 2012).
[3] Sumber data berasal dari Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia yang menjadi bahan presentasi dalam kelas Globalisasi dan Isu-Isu Global pada 12 November 2019 program Pascasarjana di Universitas Pelita Harapan – Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bentuk Kekerasan Atas Nama Agama (Terorisme) dan Upaya Rekonsiliasi

Halo Desember

Seni Memahami: Hermeneutik Schleiermacher dan Dilthey (1)